Safeguard page

Safeguard

Dokumen ESMF disusun dengan mengacu kepada peraturan perundangan Indonesia dan kebijakan Bank Dunia tentang: (a)  perlindungan lingkungan dan sosial, (b) pengadaan tanah dan pemukiman kembali, serta (c) perlindungan bagi Masyarakat Adat. ESMF harus digunakan sebagai pedoman utama pengelolaan lingkungan dan sosial kegiatan P3TB bagi seluruh pemangku kepentingan tanpa membedakan sumber pendanaannya.

Pengelolaan lingkungan dan sosial yang diatur dalam ESMF mencakup: (i) prosedur penapisan (screening) kegiatan; (ii) tata cara identifikasi potensi dampak lingkungan dan sosial dari setiap komponen; (iii) prosedur dan tata cara penyusunan instrumen pengelolaan dampak... show/hide more contents..

lingkungan dan sosial; dan (iv) mitigasi potensi dampak negatif yang timbul terkait lingkungan, sosial, pengadaan tanah, perlindungan Masyarakat Adat, kesehatan dan budaya masyarakat. 


Prinsip Dasar Penerapan ESMF

1. Setiap kegiatan P3TB harus menghindari, dan jika hal ini tidak memungkinkan, harus meminimalkan potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial (termasuk Masyarakat Adat) yang dapat terjadi sebagai akibat dari kegiatan pembangunan, pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali. Kegiatan perlu mencari alternatif lokasi atau desain untuk dapat menghindari dan meminimalkan potensi dampak lingkungan dan sosial. Jika potensi dampak negatif tidak dapat dihindari, kegiatan P3TB harus menyiapkan rencana yang dapat memitigasi dan mengelola dampak negatif tersebut serta dapat memaksimalkan potensi dampak positif;

2. Setiap kegiatan harus memberikan manfaat, kehidupan dan penghidupan yang lebih baik bagi warga yang terlibat dan terkena dampak. P3TB harus menjamin kehidupan dan penghidupan warga yang terkena dampak tidak menjadi lebih buruk sebagai akibat adanya kegiatan program;

3. P3TB tidak akan mendanai kegiatan yang termasuk ke dalam daftar pengecualian sebagai berikut:

a. Kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan konversi atau degradasi habitat alami secara signifikan termasuk ekosistem darat, pesisir dan laut, atau kegiatan yang memiliki manfaat konservasi dan/atau lingkungan yang tidak melebihi potensi kerugian, kehilangan dan/atau mengharuskan adanya pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali;

b. Kegiatan penambangan karang (baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati);

c. Kegiatan konstruksi skala besar yang akan mengakibatkan dampak negatif lingkungan dan sosial yang signifikan, kerusakan fatal dan tidak dapat dipulihkan kembali;

d. Kegiatan apapun yang mungkin akan menciptakan dampak negatif yang signifikan terhadap suku atau Masyarakat Adat di dalam suatu desa dan/atau di desa-desa sekitar kegiatan atau kegiatan yang tidak dapat diterima oleh suatu suku atau Masyarakat Adat;

e. Kegiatan yang dapat menghilangkan atau merusak aset budaya, termasuk tempat-tempat yang memiliki nilai-nilai arkeologis (prasejarah), palaentologis, sejarah, keagamaan, budaya dan nilai-nilai alami yang unik;

f. Kegiatan yang tidak menghormati pengetahuan tradisional, nilai-nilai budaya asli dan masyarakat setempat dengan mengacu kepada hak Masyarakat Adat;

g. Kegiatan yang melanggar hak asasi manusia termasuk diskriminasi gender dan pekerja anak-anak; dan

h. Kegiatan yang menghasilkan atau menggunakan bahan-bahan atau komoditas yang secara langsung atau tidak langsung merusak kesehatan masyarakat, seperti asbes, narkotika, pestisida dan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan Indonesia.

4. Pengelolaan lingkungan dan sosial, pengadaan tanah dan pemukiman kembali, serta perlindungan Masyarakat Adat harus dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, transparansi, partisipasi dan konsultasi yang bermakna. Konsultasi yang bermakna harus melibatkan pemangku kepentingan yang terkait, tidak terbatas pada Pemerintah Pusat dan Daerah, tetapi juga lembaga swadaya masyarakat, lembaga akademik, para pemerhati dan masyarakat umum. Konsultasi yang bermakna perlu dilakukan dengan penyediaan informasi yang akurat, lengkap dan diberikan sedini mungkin sebelum konsultasi dilakukan.


Prinsip Pengelolaan Lingkungan

1. P3TB tidak akan membiayai kegiatan yang tidak memiliki izin lingkungan sesuai dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan. Proses permohonan izin lingkungan diawali dengan melakukan penapisan terhadap tipe kegiatan berdasarkan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 Tahun 2008 serta peraturan-peraturan daerah yang terkait dengan izin lingkungan;

2. P3TB tidak akan membiayai kegiatan yang termasuk dalam daftar kegiatan yang dilarang, seperti: (1) kegiatan yang menghasilkan limbah berbahaya dan tidak dapat dimitigasi; (2) kegiatan yang akan mengakibatkan konversi atau penurunan habitat alami secara signifikan, termasuk tidak terbatas pada hutan konservasi, hutan lindung, habitat alami yang dilindungi, bakau dan terumbu karang; (3) kegiatan yang dapat menurunkan atau menghancurkan kawasan konservasi budaya yang tidak hanya terbatas pada artefak dan bangunan, tetapi juga lokasi yang disucikan atau memiliki nilai spiritual tinggi dan aset tanpa bentuk (intangible asset) bagi masyarakat setempat; serta (4) kegiatan yang menggunakan kayu ilegal; dan

3. Kegiatan pengelolaan lingkungan mencakup pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan serta membuat laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.


Prinsip Pengelolaan Benda Cagar Budaya (BCB)

1. Upaya pelestarian BCB bertujuan mempertahankan wujud secara fisik yang meliputi bentuk, ukuran, warna, dan fungsinya sehingga mendekati pada keadaan semula;

2. P3TB mendukung upaya pelestarian cagar budaya . Jika terdapat indikasi adanya potensi dampak negatif terhadap benda cagar budaya, P3TB mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi dampak tersebut. Langkah-langkah yang dapat dilakukan mulai dari dokumentasi hingga penyelamatan dan perlindungan situs BCB sebagaimana yang diatur dalam ESMF;

3. Inventarisasi BCB harus dilakukan melalui pengumpulan data dan fakta BCB untuk perencanaan pelestariannya maupun pemanfaatannya. Ruang lingkup inventarisasi BCB meliputi survei mengenai status dan keadaan fisik, sumber daya manusia, serta kondisi sosial masyarakat di sekitarnya. Tujuan inventarisasi BCB adalah untuk mendapatkan data yang akan diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan perencanaan program;

4. Perlu dilakukan kajian terhadap perencanaan yang telah ada atau yang akan dilakukan untuk mengidentifikasi kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak (positif maupun negatif) pada BCB dan untuk memastikan bahwa kegiatan ini tidak merugikan BCB. Setiap kegiatan yang teridentifikasi menimbulkan dampak negatif, harus dipastikan telah disusun rencana mitigasinya; dan

5. Apabila ditemukan BCB saat pelaksanan kegiatan berlangsung, perlu dilakukan prosedur khusus yaitu: (i) melakukan penghentian kegiatan fisik pada lokasi tersebut; (ii) delineasi dan pemagaran BCB yang ditemukan agar tidak terkena pengaruh kegiatan yang sedang berlangsung; (iii) menghubungi otoritas bersangkutan; (iv) meneliti lebih lanjut mengenai BCB yang ditemukan, dan (v) mengaplikasikan prosedur ESMF terkait temuan baru BCB. 


Prinsip Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali

1. Kegiatan yang berdampak terhadap pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dihindari jika memungkinkan, atau diminimalkan dengan melakukan pencarian alternatif desain investasi fisik dan pendekatan teknis;

2. Jika tidak memungkinkan untuk menghindari pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali, kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali harus dilaksanakan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan yaitu menyediakan sumber daya yang cukup untuk memungkinkan warga terdampak proyek (WTP) memperoleh manfaat dari pembangunan. WTP harus diajak dalam konsultasi yang bermakna dengan memberi kesempatan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan program pengadaan tanah, serta pemukiman kembali;

3. WTP harus dibantu dalam upaya untuk meningkatkan mata pencaharian dan standar hidupnya atau setidaknya untuk mengembalikan mata pencaharian dan tingkat kehidupan mereka seperti pada saat sebelum pengadaaan tanah dan pemukiman kembali dilakukan, atau ke tingkat sebelum dimulainya pelaksanaan kegiatan (mana yang lebih tinggi);

4. WTP harus diberikan ganti kerugian atas semua aset yang terkena dampak kegiatan mengacu ketentuan yang berlaku; dan

5. Pelaksanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali dipantau dan dievaluasi dengan melibatkan WTP di setiap tahapan kegiatan sampai ke tahap program pemulihan mata pencaharian bagi mereka.


Prinsip Perlindungan Masyarakat Adat

1. Tujuan umum perlindungan Masyarakat Adat adalah untuk memastikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan mengakomodasikan kebutuhan dan kepentingan Masyarakat Adat serta menghormati identitas, martabat, hak asasi manusia, sistem mata pencaharian Masyarakat Adat, dan keunikan sosial budaya Masyarakat Adat, seperti yang didefinisikan oleh Masyarakat Adat itu sendiri;

2. Tujuan khusus perlindungan Masyarakat Adat adalah: (i) memastikan Masyarakat Adat mendapatkan manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan mereka berdasarkan karakteristik sosial dan budayanya; (ii) mencegah atau meminimalkan dampak negatif terhadap Masyarakat Adat, dan jika tidak dapat dicegah, mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah mitigasi berdasarkan proses konsultasi yang bermakna, yang menghasilkan dukungan luas dari Masyarakat Adat yang terkena dampak tanpa paksaan; dan (iii) memaksimalkan potensi dampak positif kegiatan bagi Masyarakat Adat;

3. Setiap kegiatan harus melindungi hak-hak Masyarakat Adat untuk berpartisipasi dan secara adil menerima manfaat dari kegaiatan yang sesuai dengan karakteristik sosial budaya mereka; dan

4. Rencana Perlindungan Masyarakat Adat (Indigenous Peoples Plan) harus disiapkan dan dilaksanakan jika suatu kegiatan mempengaruhi atau berdampak terhadap (secara positif atau negatif) Masyarakat Adat.


Prinsip Pengelolaan Risiko Bencana

1. Prinsip mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas dalam konteks pengurangan risiko bencana diterapkan untuk semua kegiatan P3TB.  Oleh karena itu, analisis potensi risiko bencana perlu dilakukan dalam tahap perencanaan;

2. Pengarusutamaan pengelolaan risiko bencana dalam P3TB dilakukan melalui: pelatihan, penyiapan rencana kegiatan, DED, pelaksanaan pembangunan, operasional dan pemeliharaan, dan penguatan kelembagaan; dan 

3. Bila teridentifikasi potensi risiko bencana sangat tinggi dengan probabilitas terjadinya bencana tinggi, perlu dirumuskan Rencana Kontinjensi dan SOP untuk risiko bahaya di daerah masing-masing yang diikuti oleh simulasi rutin. Pedoman dapat merujuk pada Perka Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 24 Tahun 2010 dan berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.


Dokumen ESMF untuk kegiatan P3TB dapat diakses di www.bpiw.pu.go.id


No. Title File Category Download
1 ESMF - 6 Destinasi - 30 Juni 2020 (versi Bhs. Indonesia) Lainnya
2 ESMF - 6 Destinasi - 8 Juni 2020 (English version) Lainnya
3 Pedoman ESMF - Januari 2018 - versi Bhs.Indonesia Lainnya
4 Pedoman ESMF - Januari 2018 - English Version Undang-Undang